Hari ini genap 20 tahun tragedi 911 yang meluluhlantakkan menara kembar WTC salah satunya.
Sebuah konspirasi terorisme paling dramatis di muka bumi terjadi di negara adi daya Amerika Serikat sang “polisi” dunia.
KOLOM
TONGKRONGAN ORANG WARAS
Dahono Prasetyo
Kalau boleh diibaratkan: Markas besar Kepolisian Dunia kecolongan.
Sejak hari itu kemarahan Amerika pada Al-Qaeda Taliban di Afghanistan mulai membabi-buta. Memburu Osama bin Laden yang dituduh bertanggung jawab atas tragedi “memalukan” di negara paling rajin menuduhkan stampel teroris pada kelompok yang menentang kebijakan politik luar negeri Amerika.
Kita mundur sejenak beberapa periode mengapa ada Taliban di Afghanistan yang melahirkan Al-Qaeda.
Invasi Uni Soviet ke Afghanistan dalam rangka bisnis minyak, disikapi oleh NATO dalam komando Amerika sebagai penjajahan. Afghanistan yang tak mampu mempertahankan kedaulatannya meminta tolong Amerika untuk mengusir Uni Soviet dengan kompensasi ekonomi di bawah kendali Amerika.
Amerika yang enggan berhadapan langsung dengan Uni Soviet kemudian meminjam milisi Afghanistan dengan membentuk kelompok gerilyawan. (Kelak kita ketahui bernama Taliban). Mempersenjatai kekuatan ideologi Islam untuk melawan kaum kafir bernama Uni Soviet. Melatih rekrutan Mujahidin dari berbagai penjuru dunia, termasuk orang-orang Indonesia yang ingin ber-jihad di Afghanistan.
Hasilnya, Uni Soviet hengkang dari Afghanistan. Pemerintahan “boneka” dibentuk. Sialnya Taliban yang berjasa mengusir Uni Soviet ditinggalkan begitu saja karena ideologi Takfiri-nya berpotensi menjadi bumerang pada Amerika.
Anak “monster” bernama Taliban tetap hidup dalam kekecewaan. Sebagian mereka yang beraliran radikal membentuk kelompok Al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden. Mereka yang kemudian melawan pemerintahan boneka di Afghanistan sekaligus kepentingan Amerika di seluruh dunia.
Peristiwa 911 membuka mata dunia bahwa perang dunia sedang terjadi melawan terorisme. Kepentingan Amerika di manapun berada diganggu Al-Qaeda. Tidak berhenti pada runtuhnya WTC, setahun kemudian di bulan Oktober 2002 sebuah bom sebesar bak mobil minibus meledak di Bali. Korbannya sebagian besar WNA sekutu Amerika yang sedang berlibur di Bali. Pelakunya para alumni pendidikan militer Taliban Afghanistan “bentukan” Amerika. Anggota Al-Qaeda tentunya.
Hingga hari ini Amerika tetap bertahan dengan teori “kambing hitam” stampel teroris kepada kelompok yang menentang kebijakan adi dayanya. Terorisme yang kini sudah beranak pinak dengan kepentingannya sendiri, tidak sebatas memusuhi Amerika sebagai “ayah kandungnya”
Kelompok teroris yang kemudian berubah menjadi mesin pengganggu keamanan negara di manapun. Bersembunyi dalam sel-sel kecil di tengah identitas muslim dengan kekuatan aksinya yang dahsyat. Ibarat senapan lengkap dengan pelurunya. Tinggal perintah menarik picu datang dari mana. Tak terkecuali dari ayah kandungnya sendiri dengan meminjam corong vendor dan rekanan Amerika yang sengaja dipelihara di tiap negara.
Amerika yang mendidik pasukan teroris, saat selesai menggunakan jasanya, sebagian dibasmi atas nama memerangi teroris. Sambil diam-diam memelihara sebagian lagi teroris jinak untuk melindungi kepentingannya.
Dan kita semakin paham, siapa teroris yang sebenar benarnya teroris.
Dahono Prasetyo
Depok 911/21