Penulis: Erika Ebener
Pada deretan video-video yang biasa kita temukan pada platform agregator media “BaBe” (singkatan dari Baca Berita), saya menemukan sebuah video seorang perempuan yang sedang berorasi.
Caption dari video itu menuliskan, “Ada yang janggal ga?” Dan setelah saya lihat videonya, ternyata perempuan bertato dilengannya dan berkalung salib besar itu berorasi dimana di antara kalimat yang dia ucapkan, dia menyebut kata “Allah Subhanahuwata’alla”.
Secara cepat saya langsung memahami kaitan antara kalimat pada caption dan isi video. Secara harfiah, saya menerjemahkan kalimat caption “ada yang janggal ga?” itu dikaitkan dengan si wanita yang berkalung salib yang menyebut “Allah subhanahuwata’alla”.
Mungkin maksud dari si akun yang memposting video ini adalah seharusnya si wanita itu menyebut nama “Tuhan Yesus” sebagai cerminan yang selaras dengan kalung salib yang dia gunakan. Mungkin maksudnya seperti itu….
Di Indonesia itu, stereotype seperti sudah menjadi bagian dari budaya. Saya ambil contoh video wanita berkalung salib. Orang langsung pikir dia umat kristiani dan penyebutan atas Sang Maha Esa itu Tuhan Yesus. Jadi kalau di wanita itu menyebut Sang Maha Esa itu dengan sebutan “Allah Subhanahuwata’alla” maka jadinya aneh. Seposesif itukah umat Islam terhadap penyebutan nama Sang Maha Esa?
Kalau masalahnya hanya sebatas “posesif” terhadap penyebutan nama Sang Maha Esa, itu masih lumayan. Terbayangkah jika kemudian ada klaim bahwa “Allah Subhanahuwata’alla” itu Allah-nya umat Muslim, sedangkan Tuhannya umat Kristen itu “Tuhan Yesus”? Apa artinya itu? Artinya, siapapun orang yang mengklaim seperti itu, mereka adalah orang yang secara tidak sadar telah mengakui adanya 2 Tuhan, yaitu Allah Subhanahuwata’alla Tuhannya umat Muslim dan Tuhan Yesus Tuhannya umat Kristen. Astagfirullahal’adziiiim….
Bagi saya, yang meyakini bahwa Tuhan itu Absolutely hanya SATU, melihat video wanita itu, saya tak menemukan kejanggalan atau keanehan apapun. Kalau si wanita menyebut nama “Allah Subhanahuwata’alla”, saya pikir karena dia paham apa yang dia katakan. Kata “Tuhan” sebagai istilah atau sebutan umum bagi Sang Maha Pencipta, memang menjadi lebih aman untuk digunakan ketimbang nama-nama lain yang memiliki sifat spesifik atau kekhasan suatu kelompok keagamaan. Namun demikian, siapapun orangnya dan menggunakan nama manapun untuk menjadi sebutan bagi Sang Maha Esa, ya sah-sah saja. Toh yang disebutkan pada akhirnya merujuk pada sumber yang sama, yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Ini adalah contoh stereotype yang berbahaya. Penyebutan nama atas Sang Maha Esa yang berbeda menggiring orang berpikir untuk tidak berpikir tentang keesaan tuhan itu sendiri.
Semoga kita semua terbebas dari perbuatan dosa yang tidak terasa…. Amin.