Hilangnya Sense of Crisis Kemanusiaan Pemda di Tengah PPKM Darurat dan Pandemi Covid19

Penulis: Wawan Soehardi

Kekesalan Presiden Jokowi dan menteri keuangan beberapa saat lalu atas perilaku ndableg Pemerintah Daerah yang tidak segera menyalurkan anggaran bantuan kepada masyarakat dan justru malah Pemda menahan dana diperbankan adalah fakta hilangnya sense of crisis rasa kemanusiaan yang benar-benar terjadi disaat ini.

Laporan Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa sebanyak 324 dari total 524 daerah masih lambat mencairkan anggaran perlindungan sosial masyarakat seperti keterangannya pada tanggal 27 Juli 2021 adalah cerminan hilangnya rasa kemanusiaan dan sikap progresifitas pemerintah daerah untuk segera membantu masyarakat bawah yang benar-benar membutuhkan

Instruksi Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah untuk segera menggelontorkan dana sebesar Rp 25,46 triliun yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah untuk memperkuat bansos dari Pemerintah Pusat juga terbukti sangat minim dilakukan oleh Pemerintah Daerah adalah bentuk pembangkangan terhadap perintah.

-Iklan-

Alasan administrasi, birokrasi pengadaan, dan lain sebagainya adalah alasan klasik yang kerap disampaikan oleh Pemerintah Daerah.

Alasan tersebut tidak bisa diterima dari sudut manapun mengingat sistem yang telah tertata, kemudahan dan relaksasi birokrasi, regulasi maupun perbankan selama pandemi ini dan sumberdaya yang sangat mendukung jelas memungkinkan kemudahan penyaluran bansos tersebut, terlebih ketika kedaruratan PPKM diberlakukan

Kecepatan respon Kemensos, Kemenkeu, Kemendagri dan kementrian lainnya atas instruksi Presiden untuk mempercepat akselerasi Program Bantuan Sosial tidak diimbangi oleh Pemda yang seolah-olah sengaja mengulur waktu pencairan bansos kepada warga yang sangat membutuhkan.

Penempatan dana APBD yang berkaitan dengan dana bansos yang ditunda-tunda pencairannya untuk memperkuat dana bansos dari pusat diduga adalah salah satu biang kerok permasalahan keterlambatan pencairan program bantuan sosial tersebut.

Dana APBD yang berkaitan dengan program bansos di tengah-tengah krisis pandemi ini, parkir di perbankan dengan konsekuensi pemda memperoleh keuntungan atas bunga bank adalah fakta yang tidak bisa dibantah oleh Pemda manapun

Motif memperoleh bunga atas APBD dan gelontoran dana dari pusat yang diduga sengaja diperlambat pencairannya kepada penerima manfaat bansos oleh Pemerintah Daerah diduga adalah motif terkuat keterlambatan program bansos tersebut.

Otomatis jika APBD dan atau dana dari pusat kedaruratan tersebut jika dimasukkan ke dalam rekening deposito, maka oleh Perbankan dipinjamkan kembali kepada pengusaha dan akan didikte oleh pengusaha tersebut untuk kepentingannya dan ini berlawanan dengan program pemerintah pusat dalam hal recovery dan rehabilitasi penerima bantuan bansos kepada masyarakat terdampak.

Ditambah lagi tidak ada transparansi anggaran oleh mayoritas pemda-pemda terkait anggaran mulai dari operasional yang dianggarkan kepada petugas-petugas operasional (nakes, satgas, sukarelawan, BKO dst.) bahkan sampai dengan anggaran program bantuan sosial.

Boleh di-chek di rekening mayoritas pemda dan transparansi anggarannya.

Jeritan warga masyarakat terdampak masa bodo, yang penting Pemda dapat bunga bank.

Ini baru secuil sekuku hitam dan belum keseluruhan permasalahan bahasan.

(Bersambung)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here