Kita Kuat, Lae! Jangan Ajak Jadi Melankolis

Surat terbuka untuk Denny Siregar

KOLOM

OPINI

Dahono Prasetyo

-Iklan-

Secara pribadi saya bisa memahami opini “sentimentilnya” Denny Siregar (DenSir) terkait rencana perpanjangan PPKM Darurat. Karena begitulah yang sebagian kita merasakan.

Sebagai salah satu influencer pendukung Jokowi, DenSir cukup obyektif menyampaikan sekaligus mengarahkan suara warganet, baik follower maupun penggemarnya. Pernyataan DenSir yang memohon Jokowi untuk membatalkan perpanjangan PPKM tidak bisa diartikan sebagai upaya melawan kebijakan pemerintah. Toh, pemerintah juga baru merencanakan yang disampaikan jauh hari, namun efeknya sudah membentuk paduan suara jeritan pilu.

Banyak perut miskin lapar efek pembatasan aktifitas, potensi konflik horizontal, warga mati karena kelaparan bukan karena virus, kriminalitas meningkat hingga potensi pemberontakan rakyat yang marah menjadi alasan penolakan perpanjangan PPKM.

Mari kita sejenak ber-empati seolah-olah menjadi Jokowi, pemegang keputusan tertinggi penanganan Pandemi.

Dilema apa yang akan kita dustakan dari sebuah keputusan penting Jokowi. Pilihannya hanya ada dua, selamatkan nyawa atau ekonomi. Dan celakanya dalam situasi ledakan pandemi, 2 hal tersebut tidak bisa dilakukan secara bersamaan.

Rencana memperpanjang PPKM dalam semiotika politik bisa diibaratkan warning : “Kalau masyarakat tidak patuh PPKM dan cenderung menolak, maka demi nyawa orang yang masih sehat, PPKM akan diperpanjang”.

Bagaimana kalau kemudian permohonan DenSir dikabulkan. PPKM dibubarkan dalam situasi belum terkendali, warga bisa kembali mencari makan tapi kemudian terpapar virus. Butuh oksigen, ventilator, kamar ICU yang pasti rasanya nggak enak makan juga.

Pisahkan argumentasi politik, fokus pada kesehatan. Rakyat mesti sehat dulu kemudian bersama-sama memperbaiki ekonomi. Semakin melawan PPKM semakin lama kita tak bisa beranjak dari kubangan pandemi.

Saya salut, pemerintah mau jujur dengan kondisi riil yang ada. Tidak menutup-nutupi data dan fakta di lapangan. Lonjakan kasus dan kendala teknis di lapangan terbuka diakses untuk kemudian segera diantisipasi.

Sementara gerakan massif menolak vaksin menjadi PR besar bagi institusi kesehatan. Target kekebalan massal (Herd Immunity) sulit tercapai.

Vaksin ditolak, PPKM tidak mau, lalu maunya apa? Mau mengatasi pandemi dengan narasi politik untuk menolak argumentasi science dan medis?

Kita sama-sama istiqomah mendukung Jokowi yang sedang “babak belur” dihajar dilema. Jangan ajak followermu melankolis dengan alasan lapar dan berfikir politis.

Saya lebih memilih realistis.

Tambah lagi kopinya, Lae?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here