Penulis: Dahono Prasetyo
Peristiwa anarkis terjadi terkait penertiban aturan PPKM oleh aparat. Berlokasi di daerah Bulak Banteng, Kenjeran Surabaya, Sabtu 10/07/21 saat petugas mengimbau sebuah warung kopi menutup aktifitasnya pukul 20.00 sesuai aturan PPKM Darurat. Pemilik warung tidak terima, kemudian memprovokasi warga sekitar untuk mengusir aparat.
Ratusan warga terprovokasi keluar melakukan perlawanan fisik dan melempari petugas gabungan Satpol PP dan Polisi yang terpaksa melarikan diri bersama kendaraan dinas. Video peristiwa Sabtu malam tersebut beredar luas di media sosial.
Usai situasi terkendali, aparat kemudian bertindak tegas dengan menangkap pemilik warung sebagai tersangka, menyusul kemudian beberapa warga lain diamankan. Namun peristiwa tidak berhenti sampai di situ.
Akun Resmi IG Media Seword pada hari Minggu 11/07/21 mengunggah video anarkis warga Bulak Banteng dengan kalimat narasi yang cukup mengejutkan:
“Yang ditakutkan kini terjadi. Aparat mau nutup warung kopi, tapi masyarakat sekitar melawan. Rakyat udah lelah. Mana nih pendukung PPKM? Masih mau dilanjutkan begini terus?”
Sebagai media opini, Seword bisa dikonotasikan mendukung peristiwa anarkis mengatas-namakan warga. Seword mempertanyakan pelaksanaan kebijakan PPKM berimbas merugikan warga yang tidak mau tertib.
Seword dan pemilik warung kopi yang diamankan sebelas dua belas alias tak jauh beda. Pemilik warung yang tidak setuju PPKM memprovokasi warga untuk melawan, sedangkan Seword melakukan propaganda media dengan memberi contoh kepada daerah lain: “Wahai para warga. Mana pendukung PPKM? Beginilah cara melawan penertiban PPKM. Silahkan dicoba”.
Inilah sisi buruk media opini saat menanggapi sebuah peristiwa. Kejadian benar nyata terjadi, apapun penyebabnya. Lalu diopinikan menjadi pembenaran sebuah kesalahan. Masyarakat yang terpapar opini Seword semakin mempersulit upaya pemerintah menerapkan PPKM.
Keputusan PPKM dibuat untuk menekan upaya penyebaran pandemi yang menggila. Bukan tiba-tiba turun dari langit kemarin sore. Sudah melalui kajian dampak sosialnya berikut resikonya. Insiden di Bulak Banteng yang rugi bukan hanya warga sekitar Kenjeran.
Surabaya sebagai zona merah penyebaran virus butuh kekompakan warga. Satu desa yang melawan akan menggugurkan 10 desa lain yang sudah berusaha taat. 1 kecamatan yang “memberontak” aturan PPKM akan mengorbankan kepatuhan sebagian besar warga kota.
Apakah Seword berperan menyuburkan perlawanan tersebut? Silahkan menganalisa sendiri.
Alifurrahman sebagai “kakak pembina” para penulis opini seharusnya paham. Melawan kebijakan pemerintah meskipun dengan mengatas namakan sebagian kecil warga, tetaplah sebuah kesalahan.
Catatan :
Awal bulan Juni, “kakak pembina” ini terang-terangan mengunggah video dan menulis opini: “Nasib Astronot yang nyasar ke Madura”.
Tega-teganya nakes dengan seragam APD kamu ledek seperti astronot nyasar, Cak.
*Dasar kura kura ketinggalan kereta*