3 Perusahaan Sawit Milik WNI yang Kantor Pusatnya di Singapura

SintesaNews.com – Luhut Binsar Pandjaitan yang mendapatkan tugas baru dari Presiden Jokowi untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng, telah melaporkan kepada presiden mengenai potensi hilangnya pendapatan negara dari pajak karena ada perusahaan kelapa sawit raksasa yang dimiliki WNI namun memilih berkantor pusat di Singapura.

Baca: Luhut Lagi, Presiden Jokowi Perintahkan LBP Tangani Kelangkaan Minyak Goreng

Ada 3 perusahaan raksasa yang memiliki kebun kelapa sawitnya ratusan ribu hektar dan berkantor pusat di Singapura, yaitu:

-Iklan-

1. Royal Golden Eagle International (RGEI), dulu dikenal sebagai Raja Garuda Mas, perusahaan ini berbasis di Singapura. Pemiliknya adalah konglomerat Indonesia, Sukanto Tanoto.

Sukanto memulai bisnisnya pada tahun 1967 sebagai pemasok suku cadang dan pengusaha di bidang jasa konstruksi untuk industri minyak.

Kini, perusahaan kelapa sawit dan produsen yang berada dalam kelompok bisnis RGEI adalah Asian Agri dan Apical.

Asian Agri memiliki 30 perkebunan kelapa sawit dengan luas total 100.000 hektar di provinsi Riau, Jambi, dan Sumatera Utara. Luasan ini belum termasuk lahan kelapa sawit plasma.

Selain jadi pemain besar industri sawit, Kelompok bisnis RGEI di Indonesia juga bergerak di berbagai industri, di antaranya yang terbesar yakni industri kertas dan pulp oleh di bawah Asia Pacific Resources International Holding Ltd atau APRIL.

Dicatat Forbes, kekayaan Sukanto Tanoto mencapai 2,1 miliar dollar AS.

2. Fisrt Resouces Ltd adalah perusahaan milik taipan Indonesia lainnya, Ciliandra Fangiono.

Ciliandra sempat beberapa kali masuk daftar orang terkaya di Indonesia versi Majalah Forbes dengan usia yang terbilang sangat muda. Di usianya yang baru 45 tahun, Ciliandra menempati posisi ke-30 orang terkaya Indonesia dengan usia paling muda pada tahun 2020 dengan kekayaan Rp 1,05 miliar dollar AS.

Sumber kekayaan terbesarnya berasal dari perkebunan sawit. Dia merupakan generasi kedua yang mewarisi perusahaan sawit dari ayahnya, Martias.

Ciliandra merupakan CEO First Resources Ltd, perusahaan yang tercatat di bursa efek Singapura yang banyak menguasai ratusan ribu hektar lahan sawit di Indonesia.

First Resources sendiri dirintis ayahnya sejak dua dekade silam. Perusahaan ini memiliki puluhan pabrik pengolahan sawit yang banyak tersebar di Sumatera dan Kalimantan.

3. Wilmar International Ltd adalah salah satu perusahaan kelapa sawit terbesar di Indonesia yang menanam sawitnya di atas lahan milik negara yang diberikan pemerintah melalui skema HGU.

Anak perusahaan Wilmar di Indonesia, PT Wilmar Nabati Indonesia, ikut tersandung dalam kasus korupsi ekspor minyak di Kementerian Perdagangan yang kini tengah ditangani Kejaksaan Agung.

Wilmar International bahkan tercatat sebagai salah satu perusahaan terbesar dari sisi kapitalisasi pasar di Bursa Efek Singapura atau Singapore Stock Exchange (SGX).

Berbagai produk Grup Wilmar antara lain minyak goreng, margarin, coklat, oleokimia, dan biodiesel.

Di Indonesia, merek minyak goreng terkenal dari Wilmar adalah Fortune dan Sania. Selain sawit dan produk turunannya, perusahaan ini juga tercatat sebagai holding investasi.

Wilmar International berkantor di 28 Biopolis Road, Singapura. Perusahaan juga mengklaim memiliki lebih dari 500 pabrik dan jaringan distribusi yang tersebar di China, Indonesia, India, dan berbagai negara lainnya.

Pada tahun 2021, perusahaan bahkan mencatatkan keuntungan bersih sebesar 1,89 miliar dollar AS. Konglomerat Martua Sitorus adalah sosok di balik guritas bisnis Wilmar di Indonesia.

Wilmar awalnya bermula dari perusahaan penggilingan tepung terigu bernama FFM Berhad yang didirikan Kuok Group milik Kuok Khoon Hong di Malaysia pada tahun 1966. Kemudian pada 1 April 1991, Kuok Khoon Hong berkongsi dengan konglomerat asal Indonesia Martua Sitorus dengan membentuk Wilmar Trading Pte Ltd.

Awalnya, Grup Wilmar memiliki perkebunan kelapa sawit seluas 7.000 hektare di Sumatera Barat di bawah bendera PT Agra Masang Perkasa (AMP). Area perkebunan kelapa sawit Wilmar kemudian merambah ke Sumatera Utara. Dalam waktu relatif cepat, perkebunan sawitnya semakin menggurita di Indonesia hingga ratusan ribu hektare dan berada di atas lahan negara melalui skema hak guna usaha (HGU).

Meski punya kebun kelapa sawit sangat luas beserta fasilitas pabrik pengolahannya di Indonesia, perusahaan ini memilih mencatatkan diri di Bursa Efek Singapura atau Singapore Stock Exchange.

Wilmar International Ltd pernah masuk sebagai perusahaan sawit terbesar dunia pada tahun 2018.

Majalah Forbes bahkan menjuluki sang pemilik Grup Wilmar, Martua Sitorus, sebagai Raja Minyak Sawit Indonesia. Matua Sitorus sebagaimana dicatat Forbes memiliki kekayaan bersih sebesar 3 miliar dollar AS, sekaligus menempatkan pria berusia 62 tahun ini di urutan 9 orang terkaya di Indonesia.

Keruk Untung dari HGU

Perusahaan-perusahaan kelapa sawit tersebut menanam kelapa sawit di atas tanah milik negara yang diberikan pemerintah melalui skema hak guna usaha (HGU).

HGU merupakan pemberian tanah milik negara untuk dikelola pengusaha untuk dimanfaatkan secara ekonomi dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan UU Nomor 5 tahun 1960 beserta peraturan-peraturan turunannya.

Keberadaan HGU semestinya sebagai pengejawantahan UUD 1945 Pasal 33, di mana bumi dan kekayaan di dalamnya bisa dipakai sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat.

Luhut bilang, perusahaan-perusahaan tersebut sudah mengeruk untung dari tanah HGU yang diberikan negara, namun justru berkantor pusat di luar negeri. Imbasnya, pemerintah Indonesia pun harus kehilangan potensi penerimaan pajak.

“Bayangkan dia punya 300-500 ribu (hektare), headquarter-nya di luar negeri, dia bayar pajaknya di luar negeri. Not gonna happen. You have to move your headquarter to Indonesia. (Tidak boleh. Kamu harus pindahkan kantor pusatmu ke Indonesia),” tegas Luhut.

Baca juga:

Tangani Kelangkaan Minyak Goreng, Luhut Langsung Sikat ‘Kepala Ularnya’

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here